Ulasan Novel The Wizard of Once Knock Three Times (Cressida Cowell): Satu Lagi Kesempatan Kedua

 


IDENTITAS BUKU

Judul: The Wizard of Once Knock Three Times (Ketuk Tiga Kali)

Penulis: Cressida Cowell

Penerbit: Mahaka Publishing

Cetakan: Pertama, Desember 2019

Tebal: x + 400 halaman

ISBN: 978-602-9474-31-2


“Dan cinta sejati tak pernah datang. Dengarkanlah. Berhati-hatilah melabuhkan cinta. Akan kumulai lembaran baru, tanpa hati”

―Tor, Raja Encanzo―


Saya kembali membawa ulasan novel seri The Wizard of Once. Novel Knock Three Times ini adalah novel ketiga dari seri The Wizard of Once yang mulai ditulis oleh Cressida Cowell sejak tahun 2017. Jika kalian ingin membaca lanjutan seri ini, mari kita tunggu versi bahasa Indonesianya karena versi aslinya sudah terbit akhir tahun 2020 lalu. Kalau-kalau kalian tahu apa petualangan yang mengawali semua kisah ini, kalian harus baca dulu buku pertama dan keduanya. Atau mampir di ulasan buku pertama dan kedua yang sudah saya buat.


Buku ini melanjutkan kisah perjuangan Wish dan Xar untuk mencari bahan mantra penumpas penyihir hitam. Setelah berhasil menipu Ratu Sychorax dan Raja Encanzo, kawanan ini berhasil melarikan diri dengan menunggangi pintu terbang ajaib mereka. Dengan kawanan kucing salju di bawahnya dan juga tentu saja peri, elf, beruang, dan raksasa. Berhari-hari mereka terbang, tanpa tujuan. Tubuh tak karuan, kurus kering karena berhari-hari tidak mendapat sedikitpun asupan.


Caliburn akhirnya menawarkan rombongan ini untuk mengunjungi adiknya yang entah di kehidupan saat ini berwujud apa. Mereka terbang di atas hutan belantara hingga gagal menemukan kediaman adik Caliburn, dan entah bagaimana pasukan Ratu Sychorax berhasil mengejar mereka dan meluluhlantahkan hutan dengan api yang dengan ganasnya membakar habis setiap pepohonan di sana.


Bertarung dengan api yang semakin menjalar, akhirnya rombongan ini mendapat kesempatan kedua, mereka diselamatkan oleh seekor beruang besar yang ternyata adalah adik Caliburn. Madam Perdita bersama burung hantu bernama Hoola membawa mereka ke Bukit Pook tempat belajar sihir istimewa. Mereka menyembunyikan rombongan Wish, Xar, dan Bodkin di sana. Belajar berbagai macam jenis sihir, hingga Ratu Sychorax masuk ke dalam Bukit Pook menyamar sebagai guru baru. Kalian tahu mengapa dia bisa tahu keberadaan Wish dan kawan-kawannya? Tentu saja ada pengkhianat. Dan kalian tidak akan pernah menyangka bagaimana dia menjadi pengkhianat.


Saat waktu sudah semakin menipis dan serangan penyihir hitam yang tiada henti ke Bukit Pook, Madam perdita melepas rombongan Wish dan Xar untuk menuju ke Pulau Nuckalavee demi mencari bahan terakhir yaitu empat sisik Nuckalavee. Janji dibuat dan rahasia terpecahkan saat mereka bertarung dengan Nuckalavee dan berhasil membebaskannya dari kutukan. Namun bayarannya mahal, Raja Penyihir Hitam yang terkurung di bola besi terbebas dari penjagaan Gua Nuckalavee.


Beruntung rombongan ini berhasil diselamatkan oleh Sychorax dan Encanzo. Meski yang satu hatinya telah menjadi batu dan yang lainnya telah meminum ramuan penolak cinta, namun tetap kalian akan merasakan desiran cinta di antara keduanya. Dengan cinta yang minimalis itu, mereka berhasil menyelamatkan anak mereka dari kejaran penyihir hitam. Wish, Xar, dan Bodkin yang berhasil mengambil hati encanzo yang tersangkut di tenggorokan Nuckalavee ―kalian baca sendiri bagaimana kisahnya―menjadikan empat sisik Nuckalavee yang dimiliki Encanzo sebagai syarat agar Encanzo mendapat kembali hati batunya.


Bodkin mengubur hati itu di pasir pantai dan ia beri tanda silang besar. Saat itulah Wish bersama kawan-kawannya satu lagi mendapat kesempatan kedua mereka melarikan diri menaiki pintu ajaib, dan pastinya Madam Perdita tiba-tiba ada di sana membantu anak-anak ini. 


Pelarian berhasil, mereka bersorak gembira dan segera menyusun rencana untuk membuat mantra itu, dan ide gila itu muncul. Ide dimana Wish dengan kemampuan mata sihirnya akan membebaskan Raja Penyihir Hitam dari kurungan bola besi yang dia buat dan yang harus mereka lakukan tak lain dan tak bukan adalah melawannya. Apa yang akan terjadi?


Cressida Cowell seperti biasa mengemas novel ini tak jauh berbeda dengan kedua novel sebelumnya. Lengkap dengan ilustrasi yang akan menyegarkan mata kalian, inilah bentuk perbedaan karyanya dari yang lain. Penuh ilustrasi namun sama sekali tak mengurangi nilai dari novel ini. Malah setiap ilustrasi yang diberikan membuat kita seakan-akan benar-benar melihat kondisi yang Wish dan Xar alami. 



Salah satu ilustrasi yang menurut saya begitu hidup dan mengena adalah ilustrasi saat sang raksasa berlangkah panjang Crusher meletakan tangannya di sebuah pohon dan mencoba berkata pada mereka untuk membuatnya tenang. Alur yang diberikan juga sudah pasti berbeda dari yang lain, kalian tidak akan pernah menyangka siapa, apa, dan bagaiamana yang akan terjadi selanjutnya. Kalian juga bisa tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan para tokoh-tokohnya.


Meskipun begitu lagi-lagi ada beberapa kekurangan yang membuat buku ini sedikit aneh, ada beberapa typo dibeberapa bab. Ada juga beberapa kalimat yang ditulis ulang. Karena ini novel terjemahan jadi di sini kemungkinan ke-typo-annya berbeda denga versi aslinya. Dan harus diakui, penerjemah novel ini benar-benar melakukan tugasnya dengan baik. Lagi-lagi diksi yang dipilih sangat ringan dan mudah dipahami. Karena memang tak sedikit novel terjemahan yang sangat sulit dipahami entah kenapa.


Meski buku ini bergenre fantasi dan teen fiction, namun jika kalian benar-benar mencermatinya, Cressida ingin menyampaikan banyak sekali nilai-nilai hidup. Di novel ini kalian akan di bawa melihat kehidupan orang lain dengan cara bertukar tubuh, selain itu kisah ini juga menggambarkan bahwa keyakinan dan kepercayaan tidak akan mengkhianati segala usaha yang telah kita lakukan.


Cinta juga sangat diagungkan disini. Bukan cinta menye-menye, namun cinta yang elegan dan tak pernah kalian pikirkan. Mungkin di buku ini tertulis ‘cinta adalah kelemahan, namun kelemahan ini sungguh indah’. Tapi jika kalian bisa benar-benar menelisik ke dalam kalimat itu, kalian akan temukan makna bahwa cinta adalah kekuatan untuk melakukan setiap hal yang berada di luar nalar.


Dan tak dipungkiri, Cressida berhasil mengatakan dan meyakinkan kepada pembacanya bahwa air mata itu memang diperlukan dalam setiap perjalanan. Air mata tak selalu berarti keburukan dan kesedihan, air mata adalah bagian dari setiap kehidupan. Dan akan ku beri tahu kalian, di akhir sang narator sudah mewanti-wanti kalian untuk jangan berharap lebih atas akhir yang baik.


Setelah kita menerima sebuah cerita, kita tak bisa mengelak dari nasib akhir cerita itu.

―P. L. Travers, Pengarang Mary Poppins―

Komentar